satumalukuID – Sejumlah warga yang telah membayar biaya uang muka (Down Payment) rumah murah di Negeri Tawiri, Kota Ambon mempertanyakan komitmen PT. Lestari Pembangunan Jaya selaku developer. Pasalnya, sudah sejak tahun 2018 pembayaran dilakukan, namun sampai hari ini, belum ada penyerahan kunci oleh pihak developer.
Yang mengkhawatirkan lagi, saat ini, tanah tersebut sedang menjadi sengketa hukum dimana Dirut PT Lestari Pembagunan Jaya Betty Pattikaihatu sedang melaporkan kasus tersebut di Polda Maluku. (BACA: Penanganan Laporan Direktur PT LPJ soal Tanah di Negeri Tawiri Ambon Sudah Diketahui Jaksa)
“Ini bagaimana katong pung nasib. Sudah bayar DP rumah sejak dua tahun lalu, tapi belum ada realisasi sampai sekarang,” kata salah satu konsumen yang mengaku bernama Ny Mariana kepada satumalukuID, Sabtu (18/7/2020).
Seperti diketahui, lokasi lahan pembangunan 1.600 unit perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang diprogramkan Presiden Joko Widodo di kawasan Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, sebelumnya dijamin tidak bermasalah oleh Direktur Utama PT Lestari Pembangunan Jaya, Betty Pattikaihatu, Sabtu (1/12/2018).
Saat itu, dia malah menjelaskan sedang fokus membangun rumah-rumah ini mencapai 100 persen untuk diserahkan 500 unit ke masyarakat pada 22 Desember 2018, dan yang sudah rampung lebih dari 300 unit. Sedangkan tahap lanjutan pembangunannya akan diteruskan pada tahun 2019 sampai total rumah yang dibangun mencapai 1.600 unit (Baca: Betty Pattikaihatu Jamin Lahan Pembangunan Rumah Murah di Tawiri Tidak Bermasalah)
Yang membuat Mariana dan rekan-rekannya agak khawatir lagi, yakni ada unit rumah tersebut yang sudah dijual ke pembeli baru dan pembeli ini sudah bisa melakukan renovasi. Sedangkan pembeli yang sudah dua tahun membayar DP belum juga diinformasikan tentang rumah yang sudah mereka bayar uang muka tersebut.
Sementara itu,dalam kasus terpisah, ratusan penghuni ruko yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Pemilik Ruko Mardika (APPRM), Ambon mengeluhkan status kepemilikan lahan dan bangunan yang ditempati dengan mengantongi sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) ternyata dua objek tersebut diklaim merupakan aset Pemprov Maluku.
“Makanya kami meminta pertemuan dengan pimpinan dan anggota DPRD Maluku guna melakukan mediasi, makanya disampaikan penghargaan karena bisa bertatap muka gunam menyampaikan keluhan,” kata ketua APPRM, H. Abdul Somad di Ambon, Jumat (17/7/2020).
Penjelasan Somad disampaikan dalam rapat mediasi dipimpin Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut dandihadiri Ketua Komisi III DPRD Maluku, Anos Yeremias bersama anggotanya..
Rapat mediasi ini juga dihadiri Ketua DPRD Maluku Lucky Wattimury, Wakil Ketua Abdullah Asis Sangkala, serta Sekretaris DPRD Maluku, Bodewin M. Wattimena.
“Sebenarnya persoalannya hanya satu, yakni tanah dan bangunan ruko diklaim milik Pemprov Maluku. Padahal semestinya dari kami juga ada memiliki hak yang diperkuat dengan sertifikat HGB. Menurut aturan yang kami ketahui bahwa HGB bisa diperpanjang sewaktu-waktu, ” ujar Somad.
Penghuni ruko Mardika yang masuk asosiasi antara 250 hingga 300 orang. “Ada satu hal yang perlu kami sampaikan yaitu penagihan iuran secara paksa dari Biro Hukum serta BPKAD Pemprov Maluku. Padahal belum ada kesepakatannya. Apalagi, Pemprov Maluku mendesak para penghuni ruko agar pada Agustus 2020 wajib membayar iuran tersebut,” kata Somad.