Aku pernah ditertawain oleh teman-teman di sekolah saat darah mens tembus di rok seragamku.
Juga pernah dilabrak oleh seorang ibu di pasar saat darah mens tembus dicelanaku. Malu rasanya namun aku ingin keluar dari rasa malu itu dan meneriaki mereka ‘apa salahnya jika darah mensku terlihat dicelanaku?’ tapi ku urung niat itu, dan berlalu dengan rasa malu.
Naskah tersebut diposting pada akun Instagram milik Theodora Melsasail. Foto model yang menyertai naskah tersebut, diberi nuansa merah dengan ekspresi meringis. Sedikitnya ada lima foto dengan berbagai pose, yang dimaksudkan sebagai penggambaran nyerinya perempuan saat mesntruasi.
Penari, koreografer dan guru tari yang mengaku sengaja mengeduksi masyarakat melalui tari ini, adalah salah satu peraih Hibah Seni Kelola, kategori inovatif tahun 2020. Dia mempresentasikan pertunjukan tari dan pamerannya secara virtual, melalui media instagram dan facebook dengan judul MY PERIOD, sejak 9 Oktober 2020 lalu. Karyanya ini terselenggara atas dukungan dari Kelola, Asset Management, dan Citi Indonesia.
Theodora membagi karyanya dalam beberapa nomor karya, yaitu pameran yang berisi foto-foto tentang bentuk-bentuk pengasingan yang terjadi di hari ini, bagi perempuan yang mengalami menstruasi.
Lalu, ada video reaksi masyarakat saat melihat darah mens pada pakaian perempuan di ruang publik. Kemudian video pembacaan puisi tentang cerita menstruasi oleh 10 orang dari berbagai usia dan profesi, dance poetry dan dance perform.
Lewat keterangannya kepada satumalukuID, Rabu (21/10/2020), perempuan yang akrab disapa Theo ini mengaku, koreo yang digunakan dalam karya ini, adalah bentuk peminjaman dari gaya-gaya perempuan saat mengalami desmenore. Juga ada teks dalam bahasa Naulu yang akan hadir di bagian akhir pertunjukannya.
“Saya memilih isu menstruasi untuk dipresentasikan dalam karya. Bagi saya isu ini penting untuk diangkat dan dibicarakan. Sebab menstruasi hari ini masih menjadi salah satu hal yang paling dianggap tabu mulai dari rumah hingga ruang-ruang publik,” ungkapnya.
Ini pun menjadi cara Theo, untuk mengedukasi masyarakat khususnya perempuan-perempuan di Kota Ambon tentang isu ini melalui seni tari.
Pengalaman ketabuan yang dialami Theodora dikorelasikan dengan salah satu tradisi lokal di Provinsi Maluku, yaitu tradisi Pinamou, atau tradisi pengasingan perempuan saat mengalami menstruasi pertama dari suku Naulu.
“Saya tertarik melihat korelasi antara bentuk pengasingan perempuan yang terjadi di suku Naulu dan yang terjadi di hari ini. Apakah masih ada pengasingan yang terjadi bagi perempuan yang mengalami menstruasi di era modern ini?”tutur Theodora.
Untuk melihat korelasi tersebut, ia melakukan observasi dan wawancara kepada 25 orang, mulai dari keluarganya hingga orang-orang terdekat lainnya. Karya ini pun melibatkan orang-orang yang ahli dibidangnya, seperti perempuan asli Naulu yang sudah mengalami tradisi Pinamou dan dokter umum.
Para kolaborator yang terlibat dalam karya ini, adalah Theo Dance Family, Bengkel Sastra, B’gaya, Ambon Online Desaign. Dengan Tim produksi karya antara lain: Theodora Melsasail (Koreografer & Penari), Donatus Kerjapy (Project Manager), Katong-katong sa (Multimedia), Kenza Trona (Penata Musik), Efie Hehanussa (Penata Busana), Johnman Tomasoa (Penata cahaya), (Pembaca Puisi) Ni Luh Putu Ayu Cahyani, Setyawan Samad, Dorkas Batkunde, Endemina Melsasail, Florence, Irene Sohilait, Marthen Reasoa, Tamara Agustin, Huna Matoke, Novlin Laikiok.
“Karya ini akan terus dibaharui untuk dijadikan bahan edukasi bagi komunitas perempuan di kota Ambon,” pungkasnya.
Naskah tersebut diposting pada akun Instagram milik Theodora Melsasail. Foto model yang menyertai naskah tersebut, diberi nuansa merah dengan ekspresi meringis. Sedikitnya ada lima foto dengan berbagai pose, yang dimaksudkan sebagai penggambaran nyerinya perempuan saat mesntruasi.
Penari, koreografer dan guru tari yang mengaku sengaja mengeduksi masyarakat melalui tari ini, adalah salah satu peraih Hibah Seni Kelola, kategori inovatif tahun 2020. Dia mempresentasikan pertunjukan tari dan pamerannya secara virtual, melalui media instagram dan facebook dengan judul MY PERIOD, sejak 9 Oktober 2020 lalu. Karyanya ini terselenggara atas dukungan dari Kelola, Asset Management, dan Citi Indonesia.
Theodora membagi karyanya dalam beberapa nomor karya, yaitu pameran yang berisi foto-foto tentang bentuk-bentuk pengasingan yang terjadi di hari ini, bagi perempuan yang mengalami menstruasi.
Lalu, ada video reaksi masyarakat saat melihat darah mens pada pakaian perempuan di ruang publik. Kemudian video pembacaan puisi tentang cerita menstruasi oleh 10 orang dari berbagai usia dan profesi, dance poetry dan dance perform.
Lewat keterangannya kepada satumalukuID, Rabu (21/10/2020), perempuan yang akrab disapa Theo ini mengaku, koreo yang digunakan dalam karya ini, adalah bentuk peminjaman dari gaya-gaya perempuan saat mengalami desmenore. Juga ada teks dalam bahasa Naulu yang akan hadir di bagian akhir pertunjukannya.
“Saya memilih isu menstruasi untuk dipresentasikan dalam karya. Bagi saya isu ini penting untuk diangkat dan dibicarakan. Sebab menstruasi hari ini masih menjadi salah satu hal yang paling dianggap tabu mulai dari rumah hingga ruang-ruang publik,” ungkapnya.
Ini pun menjadi cara Theo, untuk mengedukasi masyarakat khususnya perempuan-perempuan di Kota Ambon tentang isu ini melalui seni tari.
Pengalaman ketabuan yang dialami Theodora dikorelasikan dengan salah satu tradisi lokal di Provinsi Maluku, yaitu tradisi Pinamou, atau tradisi pengasingan perempuan saat mengalami menstruasi pertama dari suku Naulu.
“Saya tertarik melihat korelasi antara bentuk pengasingan perempuan yang terjadi di suku Naulu dan yang terjadi di hari ini. Apakah masih ada pengasingan yang terjadi bagi perempuan yang mengalami menstruasi di era modern ini?”tutur Theodora.
Untuk melihat korelasi tersebut, ia melakukan observasi dan wawancara kepada 25 orang, mulai dari keluarganya hingga orang-orang terdekat lainnya. Karya ini pun melibatkan orang-orang yang ahli dibidangnya, seperti perempuan asli Naulu yang sudah mengalami tradisi Pinamou dan dokter umum.
Para kolaborator yang terlibat dalam karya ini, adalah Theo Dance Family, Bengkel Sastra, B’gaya, Ambon Online Desaign. Dengan Tim produksi karya antara lain: Theodora Melsasail (Koreografer & Penari), Donatus Kerjapy (Project Manager), Katong-katong sa (Multimedia), Kenza Trona (Penata Musik), Efie Hehanussa (Penata Busana), Johnman Tomasoa (Penata cahaya), (Pembaca Puisi) Ni Luh Putu Ayu Cahyani, Setyawan Samad, Dorkas Batkunde, Endemina Melsasail, Florence, Irene Sohilait, Marthen Reasoa, Tamara Agustin, Huna Matoke, Novlin Laikiok.
“Karya ini akan terus dibaharui untuk dijadikan bahan edukasi bagi komunitas perempuan di kota Ambon,” pungkasnya.