satumalukuID – Aparat Kepolisian Resort (Polres) Ternate, dibantu personel Brimob Polda Maluku Utara (Malut), Selasa, melerai konflik dua kubu di Kesultanan Ternate, menyusul adanya penolakan atas penobatan Hidayullah Sjah sebagai Sultan Ternate ke-49.
“Akibat dari konflik ini, salah seorang perangkat adat dari kubu Falaraha bernama Zulkifli Marsaoly Jogugu mengalami luka-luka di kepala, akibat mendapat pukulan dari massa pendukung Sultan Ternate Hidayatullah Sjah di depan pintu masuk Kedaton Kesultanan Ternate, sehingga dilarikan ke RSU Chasan Boesoerie Ternate,” kata Kapolres Ternate AKBP Andik Purnomo Sigit di Ternate, Selasa (29/3/2022).
Dia menyatakan, untuk mencegah adanya tindakan kriminalitas, masyarakat jangan terpancing dan untuk anak-anak Sultan Ternate untuk dapat menyelesaikan dengan baik dan tidak membawa massa.
Polres Ternate berupaya melakukan mediasi agar kedua kelompok ini agar mengutus perwakilan saja dan Polres Ternate akan siap menjadi fasilitator dan mediator dengan menyiapkan tempat netral agar kedua keluarga Sultan Ternate ini bisa bertemu.
Bahkan, aparat Kepolisian telah menyediakan aula Polres Ternate untuk memediasi dua kubu di internal Kesultanan Ternate untuk melakukan musyawarah.
“Saya telah sampaikan kepada keluarga besar Kesultanan Ternate agar dapat bertemu dan bisa tercapai kesepakatan, sehingga tidak ada lagi masalah, karena persoalan adat dipersilahkan untuk dapat menyelesaikan secara internal,” ujarnya.
Kapolres mengakui, pihaknya telah melakukan mediasi selama tiga hari, agar tidak ada lagi yang menjadi korban dalam masalah internal di Kesultanan Ternate.
Letnan Alfiris Kesultanan Ternate Roni M Saleh menyatakan mediasi keluarga telah dilakukan dan prosesi pengangkatan Hidayatullah Sjah sebagai Sultan Ternate melalui sistem yang berlaku di Kesultanan Ternate mulai dari Bobato 18 hingga Falaraha telah melakukan keputusan yang sah sesuai hukum yang berlaku di Kesultanan Ternate.
Sehingga, kalau ada kelompok Falaraha yang tidak setuju dengan pengangkatan Sultan Ternate Hidayatullah Sjah merupakan kelompok tidak sah.
Dia menyebut pakaian adat yang digunakan berdasarkan urutan jabatan yang berlaku di Kesultanan Ternate harus dilantik oleh Sultan Ternate, sedangkan kelompok yang datang ke Kedaton membawa-bawa nama jabatan Falaraha itu dilantik oleh siapa.
Dirinya menegaskan, ada kelompok yang dipimpin Munir Tomagola sebagai salah satu Falaraha merupakan orang yang bertanggung jawab, karena membuat gaduh di internal Kesultanan Ternate.
“Tentunya, saya sebagai Kepala kesultanan Ternate telah menginstruksikan untuk menjaga Kedaton, sehingga tidak ada lagi membawa-bawa keluarga, karena Sultan Ternate Hidayatullah Sjah telah dikukuhkan, berarti tanggung jawab ada di perangkat Kesultanan Ternate untuk melindunginya sebagai simbol lembaga adat,” katanya.
Dirinya menyatakan, pihaknya akan tetap melindungi Sultan Ternate Hidayatullah Sjah dari siapapun yang mengganggu eksistensi sebagai penguasa lembaga adat di Kesultanan Ternate.
Sedangkan, Nulzuluddin Mudaffar Sjah, anak mendiang Sultan Mudaffar Sjah yang menentang pengukuhan Hidatullah Sjah menyatakan keinginan mereka untuk datang ke Kedaton Kesultanan Ternate untuk pertanyakan soal prosesi pengukuhan Sultan Hidatullah Sjah, karena tidak memiliki legitimasi.
Sebab, ada maklumat 4 Falaraha yang membatalkan pengukuhan Sultan Hidayatullah Sjah, sehingga jangan ada yang membawa simbol-simbol kerajaan dan berharap gunakan lembaga Falaraha untuk memimpin pemilihan Sultan Ternate.
Dia menyatakan kedatangannya ke Kedaton Kesultanan Ternate agar meminta mekanisme pengangkatan Sultan Ternate sesuai ketentuan yang diatur dalam konstitusi Kesultanan Ternate.