satumalukuID – Warga muslim di Negeri Kailolo Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, menggelar tradisi “27 likur” atau bertepatan dengan 27 Ramadhan, yakni melakukan ziarah ke makam leluhur dan kuburan keluarga.
“Ini adalah salah satu tradisi di Negeri Kailolo, dimana setiap 27 likur warga Kailolo akan melakukan ziarah ke keramat leluhur, makam kerabat, dan keluarga,” kata Sekretaris Desa Negeri Kailolo, Abdullah Marasabessy, ketika dihubungi Antara dari Ambon, Kamis (28/4/2022).
Ia mengatakan tradisi 27 Likur sudah mengakar di masyarakat setempat sejak masa lampau hingga sekarang, secara turun-temurun.
Tradisi tersebut juga sering disebut warga setempat sebagai Hari Raya Ambur Kupang atau tabur bunga.
Ia mengatakan, biasanya tradisi tersebut dimulai sejak pukul 15.30 WIT, para peziarah mulai mendatangi tempat pemakaman bersama sanak keluarga secara berbondong-bondong.
Prosesi ziarah pada 27 likur ini yakni, membacakan surat Yasin pada setiap makam keluarga, tujuannya diharapkan sebagai penerang dan kemudian mendoakan mereka.
Setelah itu, para peziarah menabur berbagai bunga atau kembang yang diris-iris kecil dan berbau wangi di atas tiap-tiap pusara makam.
“Prosesinya yakni membaca yasin, mendoakan, dan menabur bunga ke makam para leluhur maupun keluarga,” terangnya.
Warga setempat, khususnya anak-anak juga suka mengenakan baju baru saat pergi berziarah.
Sehingga momen ini bagi warga Kailolo tak jauh berbeda dengan momen-momen lebaran lainnya yakni Idul Fitri dan Idul Adha
“Dimana pun warga Kailolo berada mereka akan pulang untuk ikut ziarah saat 27 likur,” imbuh Marasabessy.
Tradisi ini untuk mendoakan keluarga yang telah meninggal dan meyakini keluarga yang lebih dulu berpulang memperoleh cahaya penerang di dalam makam.
Di momen inilah biasanya para orang tua mengenalkan garis keturunan atau keluarga kepada anak-cucu. Mereka akan menunjukkan makam-makam mana saja yang perlu diziarahi.
Terlebih lagi makna peringatan 27 likur di Kailolo dengan cara berziarah ini supaya manusia banyak mengingat tentang tempat berkumpul kembali yang abadi, yaitu akhirat.
“Semoga tradisi ini bisa terus dilestarikan dan berjalan sepanjang masa hingga ke generasi kedepan,” pungkasnya.