satumalukuID – Richard Louhenapessy tidak menghadiri acara serah terima memori jabatan pasangan Wali Kota Ambon periode 2017-2022 pada Sidang Paripurna Istimewa di DPRD Ambon, Rabu (25/52022), karena menjalani masa penahanan oleh KPK sebagai tersangka kasus gratifikasi.
Acara serah terima memori akhirnya hanya dihadiri oleh Wakil Wali Kota Ambon periode 2017- 2022 Syarif Hadler.
Mengakhiri masa jabatannya, Syarif Hadler melaksanakan serah terima jabatan sekaligus serah terima memori jabatan kepada Penjabat Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena.
Selain melakukan penandatanganan, juga diserahkan buku Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) masa kepemimpinan Richard Louhenapessy dan Syarif Hadler.
“Hari ini saya menyerahkan LPJ Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon kepada Penjabat Wali Kota Ambon,” kata Syarif Hadler.
Pelantikan penjabat kepala daerah kabupaten/kota itu dilakukan seiring berakhirnya masa jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon periode 2017 – 2022, Richard Louhenapessy-Syarif Hadler.
Gubernur Maluku Murad Ismail telah melantik penjabat Wali Kota yang telah berakhir masa jabatan pada tanggal 22 Mei 2022.
Pelantikan penjabat Wali Kota Ambon sesuai Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) nomor 131.81-1165 tahun 2022.
Usai serah terima jabatan dilanjutkan dengan pidato perdana Penjabat Wali Kota Ambon dalam sidang paripurna istimewa DPRD Kota Ambon.
Terjerat Kasus Suap
KPK sebelumnya telah menetapkan tiga tersangka, dua di antaranya selaku penerima suap atau gratifikasi ialah Richard Louhenapessy (RL) dan staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon Andrew Erin Hehanusa (AEH), dan seorang tersangka lain sebagai pemberi suap yaitu Amri (AR) dari pihak swasta/karyawan Alfamidi Kota Ambon. Richard ditahan selang beberapa minggu sebelum jabatannya sebagai Wali Kota Ambon berakhir.
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan dalam kurun waktu tahun 2020, Richard yang menjabat Wali Kota Ambon Periode 2017-2022 memiliki kewenangan, salah satunya memberikan persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel di Kota Ambon.
Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga tersangka Amri aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan Richard agar proses perizinan pembangunan cabang ritel Alfamidi bisa segera disetujui dan diterbitkan.
Menindaklanjuti permohonan Amri, Richard kemudian memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).
Terhadap setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan tersebut, Richard meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp25 juta menggunakan rekening bank milik Andrew yang merupakan orang kepercayaan Richard.
Sementara khusus untuk penerbitan persetujuan prinsip pembangunan 20 gerai usaha ritel itu, Amri diduga kembali memberikan uang kepada Richard sekitar Rp500 juta secara bertahap melalui rekening bank milik Andrew.
Richard diduga pula menerima aliran sejumlah dana dari berbagai pihak sebagai gratifikasi dan hal tersebut masih akan terus didalami lebih lanjut oleh Tim Penyidik KPK.