satumalukuID – Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon, Maluku, menyebutkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan bisa membantu mempercepat penghapusan angka kemiskinan ekstrem yang terjadi di daerah itu.
“Dana CSR itu bisa membantu pemerintah dalam rangka mempercepat penghapusan angka kemiskinan ekstrim yang terjadi di Kota Ambon,” kata Ketua Komisi II DPRD Kota Ambon, Christianto Laturiuw, di Ambon, Rabu (15/6/2022).
Menurutnya, hal ini dikarenakan penggunaan dana CSR berdampak baik pada sektor ekonomi, pendidikan, agama, sosial budaya yang bersumber dari sejumlah perusahaan seperti Jasa Raharja, Bank Indonesia, Pelindo, dan perusahaan milik negara lainnya.
Oleh karena itu ia meminta Pemerintah Kota Ambon untuk memanfaatkan Peraturan Daerah (Perda) tentang CSR atau tanggung jawab sosial perusahaan ini.
Laturiuw menambahkan, hal ini juga berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem merupakan langkah percepatan pemberantasan kemiskinan ekstrem di Indonesia yang ditargetkan tuntas pada 2024.
Sehingga mulai dari pertengahan tahun 2022, sudah harus ada langkah-langkah apa saja yang dibuat perlahan untuk menurunkan angka kemiskinan.
“Terkait dengan itu, komisi akan surati dinas terkait kita akan minta data warga Kota Ambon yang masuk kategori miskin agar dapat dituntaskan secara perlahan di tahun 2022,” ungkapnya.
“Karena sekarang sudah dipertengahan tahun ini apakah sudah ada langkah konstruktif yang dilakukan oleh Pemkot atau tidak, sehingga tugas pengawasan kami di lapangan juga bisa secara baik dilakukan,” tambahnya.
Untuk diketahui, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), presentase penduduk miskin di Kota Ambon 5,02 persen per tahun 2021.
Angka tersebut mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya 2020 yang hanya 4,51 persen.
Sementara, untuk Maluku sendiri masuk dalam 10 besar provinsi termiskin di Indonesia. Maluku berada di urutan keempat dengan presentase 17, 99 persen. Maluku berada di bawah Papua (26,8 persen), Papua Barat (21,7 persen), dan NTT (21,21 persen).