satumalukuID – Jauh sebelum pandemi COVID-19 menerpa Tanah Air, batik tubo khas Ternate adalah favorit semua orang mulai dari menteri, pejabat, hingga artis senantiasa mengoleksi dan memakainya dalam banyak kesempatan terutama saat berkunjung ke Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.
Namun, kini kondisinya berubah, sebab pandemi telah meluluhlantahkan daya beli masyarakat hingga membuatnya jatuh ke titik yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya.
Seiring turunnya daya beli masyarakat, omzet dan penjualan batik tubo juga jatuh signifikan. Gerai atau outlet yang dulu ada 16 di berbagai tempat terpaksa ditutup, hanya tinggal satu tersisa di sanggar (workshop) yang menjadi tempat pertama kali produksinya.
Meski begitu, semangat untuk membuat wastra unik itu tetap lestari karena batik tubo seakan sudah menjadi ikon bagi Provinsi Malut. Hal ini membuat Kustalani Syakir, pemilik usaha batik tubo di Malut, tetap membara.
Laki-laki 43 tahun itu terus gigih memperjuangkan upaya pelestarian batik tubo melalui berbagai jalan. Semua cara ia tempuh bahkan ia berkata pernah harus tidur di depan pintu seorang pejabat untuk memastikan bahwa pejabat itu jadi membeli batik tubo yang sudah dipesannya dalam jumlah banyak.
“Saya juga mendatangi setiap pasar modern untuk menawarkan batik-batik yang sudah diproduksi dalam jumlah besar agar bisa tetap menggaji karyawan,” kata Kustalani pada akhir Juli 2022.
Usahanya mulai menampakkan titik cerah, ketika PT Pertamina Patra Niaga Regional Maluku – Papua menginisiasi sebuah program penjaringan UMKM binaan. Kustalani pun gencar mencari informasi agar bisa mengakses program tersebut.
Ia menghubungi sejumlah kolega baik yang ada di Maluku Utara maupun di provinsi lain untuk membantu perkenalkan batik tubo kepada mitra atau kenalan mereka.
Kabar baik semakin membuatnya bersemangat untuk terus mengembangkan batik tubo ketika Walikota Ternate yang saat itu dijabat Burhan Abdurahman mengeluarkan kebijakan baru terkait kewajiban ASN dan pegawai honorer di lingkup daerah setempat untuk menggunakan batik tubo setiap Hari Kamis.
Pemkot Ternate dan sejumlah pemerintah kabupaten/kota lainnya di Malut mulai manfaatkan batik khas daerah termasuk batik tubo untuk digunakan dalam berbagai kegiatan bertaraf nasional, misalnya kejuaraan olahraga nasional dan Musyawarah ormas di tingkat nasional.
Bahkan, untuk promosikan batik tubo di ajang nasional Liga Dangdut Nusantara dan pemilihan putri Indonesia, sehingga meningkatkan penjualan batik naik hingga 10 persen.
Kustalani terus pula melakukan pendekatan dengan pihak sekolah di Malut baik tingkat SD,SMP dan SMA sederajat untuk gunakan batik tubo sebagai seragam seragam batik siswa di sekolah.
Melalui semua upaya tersebut diharapkan omzet penjualan batik tubo milik Kustalani yang selama pandemi COVID-19 paling tinggi Rp15 juta per bulan, dapat meningkat kembali seperti saat sebelum adanya pandemi yang mencapai minimal Rp50 juta per bulan.
“Dengan meningkatnya kembali omzet penjualan batik tubo, otomatis akan kembali memberi peluang kerja bagi para pengrajin batik, termasuk karyawan di outlet penjualan batik tubo, yang selama pandemi corona, sebagian besar dirumahkan,” ujarnya.
Kearifan lokal
Batik tubo pada awalnya dirintis Kustalani pada pertengahan tahun 2000-an, selain sebagai usaha produktif juga untuk melestarikan kearifan lokal melalui penampilan corak batik yang menggambarkan ciri khas tradisi dan potensi sumber daya alam Malut.
Corak yang menggambarkan ciri khas dan potensi sumber daya alam Malut diantaranya berupa goheba yakni burung berkepala dua menjadi lambang kerajaan Kesultanan Ternate, dan mahkota berambut merupakan mahkota terunik di dunia, karena rambut di mahkota itu tumbuh panjang layaknya rambut di kepala manusia.
Selain itu, ada juga corak berupa benteng peninggalan kolonial di Malut, bunga cengkeh dan pala, yang merupakan hasil rempah utama di Malut, hingga aneka jenis ikan yang merupakan potensi kelautan terbesar di daerah kepulauan itu.
Kustalani dalam mengembangkan usaha batik tubo mengedepankan konsep kelestarian lingkungan dengan cara menggunakan pewarnaan batik yang alami dalam pewarnaan, misalnya untuk warna kuning memanfaatkan bahan dari kunyit dan untuk warna gelap memanfaatkan olahan kulit batang cengkeh.
Seorang wisatawan asal Jakarta, Khorinisyah mengaku sangat mengagumi batik tubo, karena selain menggunakan bahan kain yang berkualitas, juga corak dan motifnya sangat unik.
“Batik tubo sangat cocok untuk dijadikan cenderamata atau koleksi pribadi,” kata Khorinisyah.
Desain batik tubo yang unik itu sangat menarik pula untuk dijadikan bahan pakaian dengan mode kekinian, sehingga pakaian dari bahan batik tubo bisa dikenakan untuk bersantai atau saat menghadiri acara resmi, misalnya resepsi pernikahan atau rapat di kantor.
Seorang pejabat dari Sulawesi Tenggara, Muslimin, saat menghadiri suatu acara di Ternate juga menyatakan ketertarikannya dengan batik tubo, sehingga membeli beberapa potong untuk dijadikan koleksi pribadi dan oleh-oleh untuk teman-temanya.
Harga batik tubo yang bervariatif mulai dari Rp100 ribu per potong sampai Rp1 juta per potong, tergantung kualitasnya menjadi daya tarik tersendiri pula, karena peminat batik itu bisa membeli sesuai dengan kemampuannya.
Wali Walikota Ternate, Tauhid Soleman memberi apresiasi terhadap keberadaan usaha batik tubo Ternate, karena selain mengangkat kearifan lokal daerah, juga memberi kontribusi terhadap perkembangan aktivitas usaha kreatif dan pertumbuhan ekonomi daerah.
Oleh karena itu, Pemkot Ternate akan selalu mendukung pengembangan batik tubo, termasuk pelaku usaha ekonomi kreatif lainnya seperti tenunan khas Ternate, melalui berbagai kebijakan dan pemberian bantuan secara stimulan, baik dalam bentuk modal maupun bantuan berupa peralatan.
“Pemkot Ternate juga menyediakan wadah bagi seluruh pelaku usaha ekonomi kreatif di Kota Ternate, termasuk batik tubo untuk mempromosikan produk diantaranya di kawasan Benteng Oranye dan Swalayan Taranoate,” kata Tauhid Soleman.
Kepedulian dan dukungan dari seluruh kalangan di Malut, baik dari jajaran pemerintahan, swasta maupun masyarakat umum sangat dibutuhkan untuk pengembangan batik tubo sebagai salah satu cara pelestarian kearifan lokal. Cara mudahnya dengan lebih memprioritaskan batik tubo untuk dikenakan dalam kehidupan sehari-hari, maupun sebagai busana resmi. Dukungan dari semua pihak inilah yang akan mempercepat pemulihan ekonomi Indonesia dari dampak pandemi COVID-19.