satumalukuID - Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon, Provinsi Maluku, mengukuhkan Dr. Johny Ch. Ruhulessin, M.Si sebagai guru besar dalam bidang ilmu sosiologi dan teologi agama.
Pengukuhan guru besar dilakukan dalam rapat senat terbuka dipimpin Rektor UKIM Dr. Henky H. Hetharia di Ambon pada Rabu dan dihadiri dan disaksikan sejumlah tokoh di Maluku.Rektor UKIM Dr Henky mengatakan, pengusulan jabatan guru besar dilakukan oleh Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi (LLDIKTI) Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara kepada Direktorat Sumber Daya Kemdikbud Ristek tertanggal 24 Februari 2022.
Mendikbud Ristek kemudian mengeluarkan SK penetapan Professor Nomor 63236/MPK.A/KP.07.01/2022 Tanggal 6 Oktober 2022. Johny Ruhulesin merupakan mantan Ketua Majelis Pekerja Harian (MPH) Sinode Gereja Protestan Maluku (GPM) selama dua periode terhitung 2005 hingga 2015.
Henky menegaskan, pengukuhan Johny Ruhulesin sebagai guru besar merupakan sebuah pencapaian besar bagi universitas bertajuk "Kampus Orang Basudara" itu.
"Dengan pengukuhan ini maka saat ini UKIM telah memiliki lima lima orang guru besar, sekaligus mendukung UKIM sebagai perguruan tinggi berakreditasi unggul di tahun mendatang," katanya.
Menurutnya, UKIM kini menjadi salah satu Perguruan Tinggi Swasta terkemuka di wilayah kerja LLDikti wilayah Maluku dan Maluku Utara yang memiliki guru besar terbanyak. Dari tujuh guru besar dibawah LLDikti Maluku dan Maluku Utara, lima diantaranya dimiliki UKIM Ambon
"Ini pencapaian yang luar biasa yang harus disyukuri bersama, sekaligus menjadi suatu tantangan tersendiri bagi UKIM untuk menjadi PT swasta unggulan di tanah air.
Kepala LLDikti Wilayah XII Maluku dan Maluku Utara Jantje Eduard Lekatompessy membenarkan dengan pengukuhan tersebut UKIM Ambon kini memiliki lima guru besar dan menjadi PT swasta berakreditasi "B".
"Harapannya ke depan UKIM bisa meraih peringkat akreditasi A. Semoga kehadiran mantan Ketua Sinode GPM ini diberikan bisa memberikan kesejukan bagi insan akademik dan masyarakat terutama untuk kemaslahatan umat manusia," katanya.
Penjabat Sekda Maluku Sadali Ie juga mengapresiasi pengukuhan DR Ruhulesin akan memperkuat pengembangan pendidikan dan penciptaan sumber daya manusia berkualitas dan handal yang dihasilkan UKIM Ambon di masa mendatang.
"Kapasitas dan kualitas Pak John Ruhulesin tentu tidak diragukan selama mendukung pemerintahan di Maluku saat menjabat Ketua Sinode 10 tahun lalu. Kemampuan ini yang harus dimanfaatkan untuk melahirkan SDM unggul di masa mendatang," katanya.
Sedangkan John Ruhulesin dalam pidato pengukuhan menyoroti tentang etika publik sebagai nadi etika kebangsaan. Mantan Direktur Pasca Sarjana Teologi UKIM periode 2002-2006 menegaskan, pergulatan kebangsaan Indonesia sejak awal merupakan pergulatan etik terutama terkait bentuk negara sebagai negara hukum demokratis sesuai ideologi dan asas Pancasila serta UUD 1945.
Keputusan menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara, lahir dari kesadaran etik para pendiri bangsa sehingga nasionalisme Indonesia patut disebut sebagai wujud praksis etik ber-Indonesia.
"Pada aspek itulah kita menyadari bila Pancasila dan UUD 1945 memberi basis nilai moral kebangsaan, sehingga implementasinya dalam hidup berbangsa, bermasyarakat dan bernegara merupakan cara untuk memperkokoh keindonesiaan sebagai bangsa yang cinta perdamaian," katanya.
Berkembangnya berbagai arus pemikiran ideologis dan keagamaan yang marak di Indonesia akhir-akhir ini, menurutnya, maka etika publik harus menjadi nadi etika kebangsaan Indonesia, sekaligus menjadi pengantar diskusi lebih mendalam mengenai wawasan dan usaha membangun kesadaran etika yang kuat guna menjaga keutuhan NKRI sebagai negara yang kuat.
"Penting dipahami, etika publik juga memiliki kontribusi bagi moderasi agama di Indonesia di era post trust, dan itu berarti lembaga agama mengemban tugas etik yang penting terutama dalam dialektika opini yang dibentuk oleh emosi dan prasangka dengan fakta sosial, sebagai bentuk dari kebenaran faktual yang verifikasi," ujarnya.
Ruhulessin menilai, bangsa dan agama tidak boleh jatuh ke dalam manipulasi kebenaran, sebaliknya proses verifikasi faktual harus dijadikan sebagai kebenaran faktual.
Ketika manipulasi kebenaran itu dilakukan dengan menjadikan sumber-sumber etik agama secara serampangan, ketahanan sosial masyarakat dan umat akan mereduksi ke dalam bentuk-bentuk sikap yang ambivalen. "Itulah sebabnya, etika publik mesti menjadi nadi etika kebangsaan," ujar Johny. (Jimmy Ayal/ant)