satumalukuID - Bumi Maluku Utara tidak saja memiliki potensi mineral, seperti emas dan nikel, tetapi juga ada panas bumi yang dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi listrik terbarukan dan bisa memenuhi kebutuhan energi listrik secara berkelanjutan.Potensi panas bumi di provinsi kepulauan ini tersebar di sejumlah kabupaten, di antaranya di Halmahera Barat, Halmahera Utara dan Kabupaten Halmahera Selatan, yang sesuai hasil penelitian dapat menghasilkan daya listrik ratusan MW.
Khusus potensi panas bumi di Kabupaten Halmahera Barat, tepatnya di Desa Idamdehe, Kecamatan Jailolo Selatan, tahun 2009 dieksplorasi oleh sebuah perusahaan dijadikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTB).
Namun, PT itu kemudian menghentikan eksplorasi setelah harga listrik yang ditawarkan perusahaan itu kepada PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) ditolak karena terlalu mahal.
Perusahaan tersebut menawarkan harga listrik lebih mahal kepada PT PLN karena memperhitungkan besarnya biaya eksplorasi dan eksploitasi yang dikeluarkan, sementara PT PLN menolak untuk menghindari kerugian karena PT PLN menjual listrik kepada masyarakat dengan harga murah, sesuai keputusan pemerintah.
Meskipun demikian, Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba optimistis potensi panas bumi di Kabupaten Halmahera Barat dapat dimanfaatkan menjadi PLTPB, karena pemerintah pusat telah menunjuk perusahaan lain untuk menangani pembiayaan eksplorasi dan eksploitasi sampai menjadi PLTPB.
Kalau potensi panas bumi di Kabupaten Halmahera Barat telah dimanfaatkan menjadi PLTPB, maka akan memberi kontribusi besar terhadap pembangunan Maluku Utara, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan energi listrik di Pulau Halmahera, baik untuk industri maupun rumah tangga.
Rasio elektrifikasi di provinsi berpenduduk 1,4 juta jiwa ini baru mencapai 96,27 persen, sedangkan khusus untuk jangkauan layanan listrik di perdesaan dari 1000 lebih desa di provinsi itu, sebanyak 112 desa di antaranya belum terlayani listrik.
Keberhasilan sejumlah provinsi di Indonesia yang memiliki potensi panas bumi, seperti Sulawesi Utara, yang telah memanfaatkannya menjadi PLTPB memberi motivasi tersendiri kepada Pemerintah Provinsi Maluku Utara dan Gubernur Abdul Gani Kasuba untuk melakukan berbagai upaya agar dapat pula direalisasikan di daerahnya.
Potensi panas bumi di Sulawesi Utara, tepatnya di area Lahendong, Kota Tomohon, mulai dimanfaatkan menjadi PLTPB tahun 2001 oleh PLTPB dengan kapastitas 20 MW, kemudian dilanjutkan PLTPB lainnya berkapasitas 20 MW yang beroperasi tahun 2007.
Selanjutnya telah pula dibangun PLTPB lain dengan kapasitas 20 MW yang uji coba operasinya pada tahun 2009, sehingga total kapasitas listrik yang dihasilkan dari PLTPB di Lahendong sebesar 60 MW dan mampu memenuhi kebutuhan listrik sebesar 60 persen di Provinsi "Nyiur Melambai" itu.
Ramah lingkungan
Pemerintah pusat terus mendorong pengembangan sumber energi listrik terbarukan, seperti potensi panas bumi untuk mengurangi ketergantungan dari sumber energi listrik yang mengandalkan bahan bakar fosil, seperti pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) dan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
Berbagai kegiatan dan regulasi dikeluarkan pemerintah pusat untuk mendorong pengembangan sumber energi listrik terbarukan, di antaranya Peraturan Presiden Nomor 14 tahun 2017 tentang perubahan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2016 mengenai percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan, yang mengutamakan energi listrik terbarukan.
Akademisi dari Universitas Khairun Ternate Yetti Raimadoya sangat mendukung kebijakan pemerintah pusat mendorong pemanfaatan sumber energi listrik terbarukan dari potensi panas bumi karena selain hemat biaya operasional, juga ramah lingkungan.
PLTPB tidak mengeluarkan emisi karbon yang banyak, seperti PLTD dan PLTU, yang dewasa ini menjadi perhatian seluruh negara di dunia, karena emisi karbon memiliki kontribusi besar terhadap kerusakan lapisan ozon, yang jika tidak dikendalikan akan mengakibatkan masalah besar bagi kehidupan manusia di masa mendatang.
Air kondensat dan air produki dari operasional PLTPB juga tidak mengakibatkan pencemaran pada lingkungan sekitar karena semuanya diinjeksikan kembali ke dalam sumur untuk menjaga kestabilan tekanan reservoir.
Pemerintah daerah dan perusahaan yang akan membangun PLTPB di Maluku Utara harus melakukan kajian amdal sesuai ketentuan dengan memberikan perhatian serius terhadap aspirasi masyarakat sekitar.
Sosialisasi kepada masyarakat di sekitar lokasi pembangunan PLTPB, terutama mengenai dampak dari operasional PLTPB terhadap lingkungan masyarakat, harus disampaikan secara utuh untuk meluruskan berbagai informasi keliru mengenai operasional PLTPB yang mungkin diterima masyarakat.
Penyerapan tenaga kerja dalam operasional PLTPB harus pula memprioritaskan tenaga kerja dari masyarakat sekitar, kecuali untuk posisi yang membutuhkan keahlian tertentu dan harus didatangkan dari dearah lain agar keberadaan PLTPB itu memberi kontribusi dalam mengatasi pengangguran di daerah setempat.
Area Manager Communication Realtions dan CSR Regional Papua-Maluku-Maluku PT Pertamina Edi Mangun mengharapkan potensi panas bumi di Maluku Utara dapat segera dimanfaatkan menjadi PLTPB agar penggunaan BBM solar untuk operasional PLTD di daerah ini dapat dikurangi.
Pembangkit listrik di Maluku Utara umumnya masih menggunakan PLTD yang menggunakan bahan bakar solar, namun di sejumlah kota sudah pula memanfaatkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), di antaranya di Kota Tidore Kepulauan dan Kota Sofifi, serta pembangkit listrik tenaga gas di Kota Ternate dan pembangkit tenaga surya (PLTS) di Kabupaten Pulau Morotai.
Kapasitas listrik yang dimiliki PT PLN di Maluku Utara belum mampu memenuhi seluruh kebutuhan listrik, terutama untuk industri, sehingga sebagian industri di daerah ini yang bergerak di sektor industri pengolahan pertambangan menyediakan sendiri pembangkit listrik untuk operasional industri. (Abdul Fatah/ant)