Ketua Komisi I DPRD Ambon, Jafry Taihuttu, di Gedung DPRD Ambon. |
satumalukuID - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ambon meminta seluruh orang tua agar dapat mengontrol setiap anaknya guna mengantisipasi prostitusi anak di Ambon.
Ketua Komisi I DPRD Ambon, Jafry Taihuttu mengatakan, saat ini prostitusi terselubung tampak marak di Ambon, baik offline, maupun online melalui aplikasi MiChat.
“Terkait masalah ini, kami dari DPRD meminta para orang tua untuk selalu mengontrol pergerakan anaknya, terutama terkait barang-barang apa yang digunakan, hingga lingkungan pergaulannya,” kata Jafry, di Ambon, Kamis (16/2/2023).
Berdasarkan data Similar Web, Indonesia menjadi negara dengan pengguna MiChat terbesar di dunia. Hingga 22 November 2022, 83,73 persen pengguna MiChat berasal dari dalam negeri.
Berdasarkan kelompok usianya, sebanyak 37,45 persen pengguna MiChat berumur 18-24 tahun. Ada pula 32,91 persen pengguna aplikasi tersebut yang berusia 25-34 tahun. Sebanyak 14,41 persen pengguna MiChat berada di kelompok usia 35-44 tahun.
Persentase pengguna MiChat yang berada di rentang usia 45-54 tahun sebanyak 7,79 persen. Kemudian, 4,49 persen pengguna MiChat berada di kategori usia 55-64 tahun. Sementara, hanya 2,95 persen pengguna MiChat yang berasal dari kelompok usia 65 tahun ke atas.
Jafry menerangkan, terkait persoalan ini, orang tua harus lebih menaruh perhatian yang serius terhadap anak. Sehingga apa pun yang dipakai anak-anak, dan siapa pun yang mengajak mereka keluar, perlu ditanyakan.
“Jangan jadi orang tua yang cuek. Kalau lihat anak-anak menggunakan barang baru, atau keluar, harus ditanya didapat dari mana, keluar dengan siapa. Karena sikap anak, semua tergantung bagaimana edukasi dan perhatian yang kita berikan dari rumah,” ujarnya.
Menurutnya, di Ambon sendiri, kasus kekerasan anak bisa bermula dari maraknya prostitusi dan kurangnya edukasi.
Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Masyarakat Desa (DP3AMD) Kota Ambon mencatat kasus kekerasan anak di Kota Ambon selama tahun 2021 didominasi kasus kejahatan seksual. Total kasus kekerasan anak di Ambon sepanjang tahun 2021 ada 88 kasus yang didominasi oleh kasus kejahatan seksual dan persetubuhan anak sebanyak 34 kasus.
Kasus kekerasan terhadap anak di Ambon meliputi persetubuhan anak, pencabulan, kekerasan terhadap anak, penelantaran anak, kekerasan bersama, tindak pidana perdagangan orang (TPPO), perundungan, eksploitasi anak, perebutan hak asuh anak, anak tidak mampu, dan pornografi.
Kadis DP3AMD menjelaskan, dari lima kecamatan di Ambon kasus kekerasan anak menonjol terjadi di Kecamatan Sirimau 80 kasus, dilanjutkan Kecamatan Nusaniwe 36 kasus, Teluk Ambon 14, dan Baguala 12 kasus. Sementara dari sisi jenis kelamin didominasi anak perempuan sebanyak 68 orang dan laki-laki 32.
Tahun 2021 terjadi peningkatan cukup tinggi dibandingkan tahun 2020 sebanyak 47 kasus, yang didominasi kasus pencabulan anak dan KTA.
Jafry mengatakan, keberhasilan Pemerintah Kota dalam menutup lokasi prostitusi di Tanjung Batu Merah, Ambon ternyata tidak sepenuhnya menyelesaikan persoalan prostitusi dan justru muncul prostitusi terselubung yang kini banyak ditemui. (Winda Herman/ant)