Buka puasa bersama Narapidana Lapas kelas II/A Ambon. |
satumalukuID - Para penghuni Lapas Kelas II/A Ambon tetap antusias menjalankan ibadah puasa Ramadhan 1444 Hijriah sebagaimana umat muslim lainnya, kendati mereka terpisah dari keluarganya.
Para napi juga rindu datangnya Ramadhan. Pada bulan ini suasana di Lapas sangat berbeda dibandingkan bulan lainnya. Jika sebagian orang, bulan suci Ramadhan merupakan momen berkumpul bersama keluarga dan sanak saudara untuk menjalankan ibadah, tapi mereka menjalaninya di balik terali besi.
Ibadah puasa, berbagi takjil dan shalat tarawih yang biasa dijalaninya bersama keluarga, kini dilakukan bersama-sama dengan penghuni Lapas. Tembok dan jeruji besi seolah menjadi saksi kerinduan mereka menjalani Ramadhan bersama keluarga di luar sana.
Lembaga pemasyarakatan (Lapas) Kelas II/A Ambon berada di Jalan Laksdya Leo Wattimena, Ambon, tepatnya di kawasan Negeri Lama. Lokasi ini tidak jauh dari Gedung BPK dan BKKBN Maluku.
Lapas yang berada di pinggiran Kota Ambon itu didirikan di atas tanah seluas 40.000 meter persegi ini dibangun pada 1991 hingga 1992, kemudian diresmikan oleh Menteri Kehakiman RI saat itu, Ismail Saleh, pada 20 Maret 1993.
Dari luar, lapas yang tercatat menampung sebanyak 413 narapidana pada Maret 2023 tersebut tampak tenang, tidak terlalu banyak aktivitas. Hanya beberapa petugas tampak berjaga di pos pengantaran barang atau pos kunjungan. Lokasinya sekitar 20 meter dari jalan utama di kawasan itu.
Selama bulan Ramadhan, Lapas setiap sore memfasilitasi keluarga warga binaan pemasyarakatan (WBP) mengantarkan takjil atau makanan untuk berbuka puasa dimulai pukul 15.00 hingga 17.00 WIT.
"Selama Ramadhan setiap hari memang keluarga dari WBP diperbolehkan mengantarkan takjil untuk berbuka puasa," ujar Kepala Lapas Kelas II/A Ambon, Mukhtar.
Ada sekitar 30 orang yang rutin mengantarkan makanan berbuka puasa atau takjil dalam sepekan pertama di bulan suci Ramadhan ini. Pengantaran takjil untuk WBP harus melalui alur dan prosedur yang telah ditentukan oleh pihak Lapas.
Pertama, pengantar makanan harus mengambil nomor antrean pada loket yang sudah disediakan. Kemudian, dilakukan pendataan KTP atau tanda pengenal yang sah serta ditanyai akan mengantarkan makanan untuk siapa.
Setelah itu, makanan yang akan diantarkan harus diperiksa terlebih dahulu untuk menghindari penyelundupan barang-barang yang dilarang seperti sendok, dan barang lainnya untuk mengantisipasi tindak kekerasan di dalam Lapas. Khusus untuk makanan yang ditempatkan dalam kotak plastik, pihak lapas akan mengganti wadah tersebut dengan kantong plastik.
Jika sudah terkumpul, tepat pukul 17.30 WIT makanan-makanan itu akan diantarkan kepada pemiliknya masing-masing. Sedangkan untuk dapat memasuki kompleks Lapas, terdapat tiga gerbang yang terbuat dari baja serta ada titik bagi pengunjung harus melewati mesin X-ray terlebih dahulu.
Lapas kelas II/A Ambon terdiri atas enam blok WBP yakni blok Elang, Merpati, Rajawali, kakatua, Nuri, dan Kutilang. Masing-masing blok itu dipisahkan dengan lorong-lorong kecil di dalam lapas.
Selama bulan Ramadhan, selain bekerja bakti untuk membersihkan lingkungan, para WBP Lapas kelas II/A Ambon yang beragama Islam banyak mengisi waktunya dengan beribadah. Selain ibadah shalat wajib lima waktu, mereka juga mengerjakan shalat sunah seperti dituntunkan Nabi Muhammad SAW.
Usai shalat, para WBP itu bertadarus Al Quran dan membaca kitab-kitab islami lainnya. "Kami lebih banyak menghabiskan waktu untuk kajian-kajian, shalat berjamaah, tadarus Al Qur'an dan membaca kitab-kitab selepas shalat," ungkap salah satu WBP, Irwan Patty.
Karena itu, tidak mengherankan jika para WBP muslim di Lapas kelas II/ A Ambon dapat mengkhatamkan membaca Al Quran tiga kali selama bulan Ramadhan.
"Ada hikmah yang kami petik selama dibina di sini. Kalau di luar sana orang-orang khatam Al Qur'an tidak jarang yang hanya sekali selama bulan Ramadhan, kami bisa sampai tiga kali khatam," ucapnya.
Memasuki waktu berbuka, para narapidana kerap kali berbuka puasa bersama di masing-masing blok dengan makanan yang disediakan maupun yang diantarkan oleh keluarga. Saat berbuka inilah menjadi momen kebersamaan di antara mereka yang sudah menganggap satu dan lainnya seperti keluarga.
"Bahkan dengan teman-teman nonmuslim juga kami berbagi saat berbuka," kata narapidana lainnya, Miky.
Namun demikian, bagaimanapun Miky mengaku momen yang paling dirindukan adalah berkumpul bersama keluarga di bulan suci Ramadhan.
"Biasanya kalau puasa begini istri saya selalu masak makanan favorit saya untuk sahur. Lalu sore hari saya dan anak saya jalan-jalan ke pasar dadakan untuk membeli takjil," kenangnya.
Meski saat ini belum bisa bertemu keluarganya secara langsung, tapi kerinduan itu bisa diobati dengan masakan istrinya yang dikirim ke Lapas.
Ia mengaku tidak bisa membayangkan, puncak keharuan yang dirasakannya pada saat malam takbiran menjelang Hari Raya Idul Fitri.
Saat takbir dikumandangkan, dia sudah mencoba mengurai kisah indah bersama keluarga di saat hari raya. Tapi, Miky dan kawan-kawan WBP lainnya sadar dan harus bersabar menjalani masa hukuman akibat perbuatannya di masa lalu. "Kalau sudah malam takbir itu, mau menangis, sedih, senang, campur aduk," katanya.
Oleh karena itu, ia berharap, Ramadhan di balik jeruji besi bisa melatih kesabaran dan mengubah diri menjadi lebih baik. Pasalnya, tak hanya menahan hawa nafsu, lapar, dan haus, namun menjadi pribadi yang lebih baik setelah Ramadhan tentunya menjadi tujuannya.
Miky berharap pada Idul Fitri 1444 hijriah nanti, ia dan teman-temannya bisa mendapatkan remisi atau pengurangan masa tahanan dari pemerintah agar bisa segera berkumpul dengan keluarga. (Ode Dedy Lion Abdul Azis/ant)