SATUMALUKU.ID -- Pusat Kajian Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat adanya peningkatan signifikan dalam jumlah sengketa pemilihan kepala daerah (pilkada) pada tahun 2024 dibandingkan periode sebelumnya.
Peneliti Perludem, Ajid Fuad Muzaki mengatakan pada periode 2017–2020, terdapat 268 perkara dari total 542 wilayah, dengan rasio sengketa sebesar 49,45 persen.
Namun, pada tahun 2024, jumlah perkara melonjak menjadi 312 dari 545 wilayah, atau sekitar 57,25 persen. Ini mencerminkan kenaikan sebesar 7,8 persen.
"Permohonan sengketa terbanyak datang dari Papua Tengah (20 perkara) dan Maluku Utara (19 perkara)," kata Ajid dalam diskusi daring, Minggu (22/12/2024).
Menurut Ajid, kompleksitas geografis dan tingginya partisipasi politik di wilayah tersebut menjadi faktor utama yang memicu tingginya jumlah sengketa di wilayah-wilayah ini adalah kompleksitas geografis serta tingginya partisipasi politik masyarakat.
"Distribusi ini menunjukkan bahwa daerah dengan kondisi geografis yang menantang dan tingkat partisipasi politik tinggi memiliki potensi sengketa yang lebih besar," jelas Ajid.
Hakim Konstitusi sekaligus Juru Bicara Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih, menjelaskan seluruh permohonan sengketa yang masuk akan diregistrasi dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) pada 3 Januari 2025.
Setelah itu, perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) akan dibagi ke dalam panel-panel hakim untuk mulai disidangkan pada awal Januari 2025.
“Setelah diregistrasi, perkara PHPU akan dibagi per panel, dan sidang dijadwalkan mulai awal Januari 2025,” ujar Enny, Kamis (12/12/2024) lalu.
Dengan meningkatnya jumlah sengketa, perhatian publik kini tertuju pada proses hukum di Mahkamah Konstitusi.
Keberhasilan MK dalam menangani sengketa ini dengan adil dan transparan akan menjadi ujian penting bagi demokrasi di Indonesia.
Publik diimbau untuk terus mengawal jalannya sidang guna memastikan proses hukum berjalan sesuai dengan prinsip keadilan. (Tyo)